Sabtu, 19 November 2016

Berhenti Merokok atau ‘Istiqomah’ Merokok

(Majalah Al-Ittihad)

Al-Ittihad – Rokok dan merokok menjadi bahasan yang selalu hangat walaupun sudah kerap diperbincangkan oleh masyarakat luas. Ada apa sesungguhnya dengan rokok atau merokok? Merokok memang menjadi kebiasaan oleh sebagian masyarakat. Ketika kebiasaan itu menjadi topik bahasan, entu saja akan muncul banyak pendapat dan pernyataan.

 Dalam dunia pemasaran barang, rokok menjadi produk yang menduduki peringkat pertama dalam memberikan slogan kejujuran. Mulai dari slogan ringan hingga slogan berat, seperti “Rokok menyebaban penyakit” hingga “Rokok membunuhmu”, terdengar nyaring di telinga masyarakat luas.

Sebagian masyarakat cuek atas adanya slogan-slogan yang terkesan menakut-nakuti itu. Sebagian yang lain, dan mungkin jumlahnya kecil, mengikuti slogan tersebut dengan berhenti atau setidaknya mengurangi intensitas dalam merokok.

Seorang dokter utama di Puskesmas Sale Rembang, dr. M. Anton menjelaskan, mengapa slogan tentang bahaya merokok ini dimunculkan. Menurutnya, tujuan dari slogan yang hampir selalu ada di bungkus rokok itu adalah untuk memeberikan pendidikan dengan didasari pertimbangan.

Perlu dicermati rokok tidak secara langsung bisa membunuh sebagaimana tertera dalam slogan yang ada di setiap bungkusnya. Namun, secara medis merokok memang memberikan resiko cukup besar terkena berbagai penyakit.

Hal itu karena zat-zat yang terkandung dalam rokok bisa menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti kanker paru, kanker mulut, kanker hidung dan lainnya. Penyakit-penyakit itu lah yang secara medis ditengarai bisa menjadi perantara seseorang kehilangan nyawa.

“Rokok mengandung ribuan senyawa Pb, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker. Berdasarkan riset, kanker termasuk dalam salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia,” terang dokter berkaca-mata ini.

Berhenti merokok atau ‘istiqomah’ merokok, ungkapan seperti itu pada akhirnya kerap muncul di kalangan para perokok. Tentu saja masing-masing memiliki pendapat pribadi bergantung sudut pandangnya sendiri.

KH Fatchurrohman, pengasuh Ponpes Nahdlatut Tholibin Al-Islamiyyin (NTI) mengungkapkan, sejauh ini belum ada dasar khusus yang mengarah pada hukum merokok. Selama ini hukum rokok masih sering menjadi perdebatan.

“Prespektif rokok tergantung si perokok itu sendiri. Jika si perokok mendapat kemaslahatan (kebaikan) dari merokok maka rokok diperbolehkan, misalnya jika tidak merokok tidak dapat berpikir, merasa pusing atau sakit. Begitu pula sebaliknya,  jika si perokok mendapat kemadharatan (keburukan) dari merokok maka rokok menjadi haram, misalnya jika merokok akan bertambah sakit, dan sebagainya,” jelas KH Fatchurahman.

Dari kenyataan yang ada itu, bisa saja kita berpijak pada salah satu dasar yang digunakan sebagai rujukan sebagian ulama dalam menentukan hukum fiqih yaitu kaidah “jalbu masholih wa dar’u mafasid” atau mengambil kemaslahatan dan membuang kemadharatan. Tentu saja hal itu harus sesuai dengan konteks yang umum.

Selama ini, kendala orang yang sudah pernah merokok memang sulit untuk berhenti dan berpaling dari rokok. Dalam tembakau yang notabene menjadi bahan baku utama pembuatan rokok terdapat kandungan nikotin yang menyebabkan ketergantungan. Hal ini yang menyebabkan kebanyakan perokok susah berhenti dari kebangsaan merokok.

Mengubah kebiasaan memang susah. Namun dengan diawali kesadaran diri sendiri dan i’tikad baik untuk berubah akan membantu para perokok yang ingin berhenti dari aktivitas merokok. (Widya-/Red-MA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar