Rabu, 23 November 2016

"Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari"

(http://poskotanews.com/)

Al-Ittihad – Pada dasarnya guru tidak hanya berperan sebagai seorang pengajar saja. Guru seharusnya juga berperan sebagai orang tua bagi anak didiknya. Ya, menjadi pembimbing bagi anak didiknya sehingga menghasilkan generasi penerus yang berguna bagi agama, negara, dan bangsa.

Menjadikan anak didik sebagai pribadi yang berakhlakul karimah, sopan, teladan dan pandai adalah dambaan setiap guru. Sosok guru selalu mendambakan agar anak didiknya menjadi kebanggaan bangsa. Selain dengan usaha dan kerja keras, tak sedikit guru yang juga melantunkan segala doa untuk kesuksesan anak didiknya.

Sebagai golongan pelajar yang baik, tentunya harus selalu memiliki jiwa semangat dalam menjalankan perintah dan taat kepada guru. Dari sini semua itu, pelajar akan mendapatkan manfaat dari apa yang diajarkan oleh seorang guru.

Di satu sisi, saat ini juga dibutuhkan langkah komprehensif untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, profesional dan proporsional bagi semua pihak. Harus ada usaha bersama dalam merumuskan konsep dan pelaksanaan aturan agar menghasilkan pendidikan yang diharapkan.

Ada baiknya, seorang guru bukan hanya memaksakan anak didiknya untuk melakukan hal yang menurutnya baik. Lebih dari itu, jika perlu seorang guru harus mampu terlebih dahulu memberikan contoh atas apa yang harus dilakukan oleh seorang anak didik. Sehingga, tidak ada istilah, ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.

Menanggapi hal itu, KH. Abdul Manaf, salah seorang sesepuh Ponpes Nahdlatut Tholibin al-Islamiyyin (NTI) Kebonharjo mengatakan, seorang guru yang ideal tentunya mengajarkan kebaikan kepada anak didiknya, baik melalui teori maupun tauladan.

“Bahwa guru yang ideal harus bisa menjadi contoh dalam segala hal untuk anak didiknya. Guru tidak hanya berbicara namun juga mencontohkannya dalam perbuatan,” ungkap Kyai Manap.

Namun begitu menurut Kyai Manap, adanya pelajar yang taat atau melanggar aturan lebih banyak pada faktor pribadi. Kecil kemungkinan hal itu terjadi lantaran adanya faktor dari pihak lembaga pendidikan. Sebab, responsibilitas terhadap aturan yang berlaku tergantung kepada pribadi masing-masing.

“Taat tidaknya siswa terhadap suatu aturan bergantung pada diri masing-masing. Seperti halnya siswa yang belum memiliki kesadaran terhadap proses pendidikan akan mudah terpengaruh, baik karena faktor eksternal maupun faktor internal,” terang pengajar yang terkenal dengan ilmu fiqhnya itu.

Ia mengingatkan, bahwa kesempurnaan hanya murni milik Allah. Sehingga kesalahan dapat diperbuat oleh siapa pun, termasuk oleh seorang guru. Terkadang kesalahan seorang guru sebagai manusia kerap dijadikan oleh sejumlah pelajar untuk menjadi pembenaran melakukan pelanggaran aturan.

Sementara itu seorang pengajar MA Unggulan Ulumiyyah Kebonharjo, Ustadz Ahmad Yusron mengungkapkan, sudah seharusnya guru harus mampu memberikan pembelajaran yang bijak kepada siswanya. Guru harus memberikan contoh yang baik dalam hal sekecil apa pun, termasuk soal kedisiplinan waktu.

“Guru harus dapat memberikan pengarahan kepada siswa. Pendampingan dan motivasi dari dewan asatidz ini penting agar siswa tidak terlena dengan hal-hal negatif yang bebas beredar di lingkungan mereka,” jelas Ustad Yusron. (Afifah-Masithoh-MA/Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar